Senin, 08 September 2014

SCHOOL BULLYING

Haii gauyss . hari ini temanya bullying . inii diaaaa:)

 Bullying di Sekolah

shutterstock 14364187 Bullying di Sekolah

 Bullying di sekolah adalah penindasan yang dilakukan terhadap teman sebaya yang dianggap lebih lemah. 
Terkadang, anak menjadi korban bullying di sekolah
Apa itu Bullying?
Bullying adalah tindakan mengintimidasi dan memaksa seorang individu atau kelompok yang lebih lemah untuk melakukan sesuatu di luar kehendak mereka, dengan maksud untuk membahayakan fisik, mental atau emosional  melalui pelecehan dan penyerangan. Orang tua sering tidak menyadari, anaknya menjadi korban bullying di sekolah.

Bentuk yang paling umum dari bentuk penindasan/ bullying di sekolah adalah pelecehan verbal, yang bisa datang dalam bentuk ejekan, menggoda atau meledek dalam penyebutan nama. Jika tidak diperhatikan, bentuk penyalahgunaan ini dapat meningkat menjadi teror fisik seperti menendang, meronta-ronta dan bahkan pemerkosaan.
Mengapa Anak-anak Melakukan Bullying?
Biasanya pelaku memulai bullying di sekolah pada usia muda, dengan melakukan teror pada anak laki-laki dan perempuan secara emosional atau intimidasi psikologis. Anak mengganggu karena berbagai alasan. Biasanya karena mencari perhatian dari teman sebaya dan orang tua mereka, atau juga karena merasa penting dan merasa memegang kendali. Banyak juga bullying di sekolah dipacu karena meniru tindakan orang dewasa atau program televisi.
Artikel terkait : Memilih Tayangan Kartun Untuk Anak
James (bukan nama sebenarnya) yang selalu menindas saat masih anak-anak, mengatakan bahwa ia melakukannya sebagai cara mencari teman di sekolah. Dia menambahkan, “Biasanya tukang gertak ini orang yang paling merasa tidak aman di kelas.”
Efek dari Bullying di Sekolah

Penindasan memiliki efek jangka panjang pada korban dan si penindas itu sendiri. Untuk korban, perlakuan itu merampas rasa percaya diri mereka. Untuk pelaku bullying, efeknya adalah menjadi kebiasaan dan kenikmatan untuk meningkatkan ego mereka.
Ketakutan dan trauma emosional yang diderita si korban dapat memicu kecenderungan untuk putus sekolah. Beberapa anak-anak yang terbiasa melakukan bullying di sekolah akhirnya dapat menjadi orang dewasa yang kejam atau penjahat.
Apa yang Perlu Diperhatikan…
Korban tidak akan mengeluh karena takut menerima reaksi dari si pengganggu. Namun, mereka biasanya menunjukkan beberapa gejala seperti di bawah ini:
1. kesulitan tidur
2. kesulitan menaruh perhatian di kelas atau kegiatan apapun
3. sering membuat alasan untuk bolos sekolah
4. tiba-tiba menjauhkan diri dari aktivitas yang disukai sebelumnya seperti naik bus sekolah atau mengunjungi tempat bermain
5. tampak gelisah, lesu dan putus asa terus-menerus
Bagaimana melindungi anak Anda dari bullying?
1. Mencari bantuan sekolah
Dengan meningkatnya jumlah kekerasan di sekolah baru-baru ini, sangatlah penting bagi kita untuk menanggapi kekhawatiran anak dengan serius. Selidikilah apakah bullying yang diterima masih dalam batas wajar, atau Anda harus membahasnya dengan guru. 
2. Bicara pada pelaku bullying
Di balik tindakan berani mereka, para penindas pada dasarnya pengecut. Mereka bertindak jahat dan menjatuhkan orang lain untuk menutupi ketidak-amanan mereka sendiri dan kurangnya rasa percaya diri. Bullying mudah dijinakkan ketika kekuasaan dan kontrol diambil.
3. Berdayakan anak Anda
Berdiskusi dengan anak Anda untuk mengatasi bullying yang tidak terlalu parah. Misalnya, abaikan ejekan atau gangguan non fisik. Contoh lainnya adalah bersahabat dengan semua orang lain sehingga ketika si penindas mulai beraksi, anak Anda memiliki teman-teman yang membantu atau membelanya.
4. Bicara tentang pengalaman Anda sendiri
Ceritakan pengalaman Anda sendiri di sekolah kepada anak. Ini akan membantu anak tahu bahwa dia tidak sendirian dalam situasi seperti itu. 
5. Bentuk persahabatan di luar sekolah.
Upayakan anak-anak terlibat dalam kegiatan ekstrakurikuler seperti kursus, kegiatan keagamaan, pramuka, dan lainnya di mana mereka bisa menciptakan kelompok sosial lain dan belajar keterampilan baru. Ini akan membiasakan anak untuk bersosialisasi dan lebih dapat menghadapi situasi yang tidak menyenangkan.
Artikel terkait : Jangan Eksploitasi Bakat Anak
6. Terus memberi perhatian dan memantau keadaan anak Anda dan si penindas.
Jika keadaan tidak membaik, hubungi pihak berwenang yang relevan dan dapatkan penyelesaian terhadap masalahnya.

MEDIA SOSIAL

Hai guysss . apasih medsos ituuu??? nih beberapa penjelasan tentang medsos . semoga bermanfaat:)

Pengaruh Media Sosial Terhadap Perilaku di Kalangan Remaja

media sosial dan remaja
media sosial dan remaja
Dalam era globalisasi ini teknologi semakin maju, tidak dapat dipungkiri hadirnya internet semakin dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam kegiatan sosialisasi, pendidikan, bisnis, dsb. Kesempatan ini juga dimanfaatkan oleh vendor smartphone serta tablet murah yang menjamur dan menjadi trend . Hampir semua orang di Indonesia memiliki smartphone , dengan semakin majunya internet dan hadirnya smartphone maka media sosial pun ikut berkembang pesat.
Media sosial merupakan situs dimana seseorang dapat membuat web page pribadi dan terhubung dengan setiap orang yang tergabung dalam media sosial yang sama untuk berbagi informasi dan berkomunikasi. Jika media tradisional menggunakan media cetak dan media broadcast , maka media sosial menggunakan internet. Media sosial mengajak siapa saja yang tertarik untuk berpartisipasi dengan memberi feedback secara terbuka, memberi komentar, serta membagi informasi dalam waktu yang cepat dan tak terbatas.
Sangat mudah dan tidak membutuhkan waktu yang lama bagi seseorang dalam membuat akun di media sosial. Kalangan remaja yang mempunyai media sosial biasa nya memposting tentang kegiatan pribadinya, curhatannya, serta foto-foto bersama teman-temannya. Semakin aktif seorang remaja di media sosial maka mereka semakin dianggap keren dan gaul. Namun kalangan remaja yang tidak mempunyai media sosial biasanya dianggap kuno, ketinggalan jaman, dan kurang bergaul.
Media sosial menghapus batasan-batasan dalam bersosialisasi. Dalam media sosial tidak ada batasan ruang dan waktu, mereka dapat berkomunikasi kapanpun dan dimanapun mereka berada. Tidak dapat dipungkiri bahwa media sosial mempunyai pengaruh yang besar dalam kehidupan seseorang. Seseorang yang asalnya kecil bisa menjadi besar dengan media sosial, begitu pula sebaliknya.
Bagi masyarakat Indonesia khususnya kalangan remaja, media sosial seakan sudah menjadi candu, tiada hari tanpa membuka media sosial, bahkan hampir 24 jam mereka tidak lepas dari smartphone . Media sosial terbesar yang paling sering digunakan oleh kalangan remaja antara lain; Facebook, Twitter, Path, Youtube, Instagram, Kaskus, LINE, Whatsapp, Blackberry Messenger. Masing-masing media sosial tersebut mempunyai keunggulan khusus dalam menarik banyak pengguna media sosial yang mereka miliki. Media sosial memang menawarkan banyak kemudahan yang membuat para remaja betah berlama-lama berselancar di dunia maya.
Pesatnya perkembangan media sosial juga dikarenakan semua orang seperti bisa memiliki media sendiri. Jika untuk media tradisional seperti televisi, radio, atau koran dibutuhkan modal yang besar dan tenaga kerja yang banyak, maka lain halnya dengan media sosial. Para pengguna media sosial bisa mengakses menggunakan jaringan internet tanpa biaya yang besar dan dapat dilakukan sendiri dengan mudah.
Para pengguna media sosial pun dapat dengan bebas berkomentar serta menyalurkan pendapatnya tanpa rasa khawatir. Hal ini dikarenakan dalam internet khususnya media sosial sangat mudah memalsukan jati diri atau melakukan kejahatan. Bahkan ada sebuah istilah yang dipopulerkan oleh Peter Steiner:

Analisis Sosiologis Media Sosial

Di era modern, manusia dipermudah dalam melakukan berbagai hal. Salah satu kemudahan yang diciptakan adalah berinteraksi melalui internet. Semakin berkembangnya internet memunculkan pola interaksi dapat dilakukan tanpa harus berada dalam ruang dan waktu yang bersamaan. Menurut Anthony Giddens, dengan adanya modernitas hubungan ruang dan waktu terputus yang kemudian ruang perlahan-lahan terpisah dari tempat.  Dari pernyataan tersebut dapat dilihat bahwa manusia menciptakan interaksi baru tanpa harus bertemu secara fisik, yang salah satunya dilakukan melalui internet khususnya media sosial.
Dalam kajian sosiologi, maraknya media sosial erat hubungannya dengan bagaimana kita bersosialisasi, berteman, berinteraksi. Dengan munculnya kedua media sosial tersebut kita mampu berkomunikasi satu sama lain, dalam ilmu sosiologi hal tersebut dinamakan bentuk komunikasi langsung. Komunikasi langsung dapat diartikan sebagai salah satu cara berinteraksi antara seseorang dengan orang lain secara langsung, baik melalui chat maupun melalui pesan.
Begitu pula dengan media sosial Facebook dimana kita juga bisa membuat sebuah grup, dalam konteks ini mengenai hubungannya dengan sosiologi, dengan fitur grup di Facebook, kita mampu membuat grup yang mampu berbagi mengenai ilmu-ilmu sosiologi ataupun bisa untuk memecahkan masalah yang sedang terjadi di masyarakat, karena didalam ilmu sosiologi, salah satu yang diajarkan adalah memecahkan masalah yang sedang terjadi di masyarakat, dan tentunya kita tahu bahwa obyek dalam ilmu sosiologi itu adalah masyarakat.
Jadi hubungan media sosial dengan ilmu sosiologi sangat erat. Dengan kedua media sosial tersebut kita mampu berinteraksi, dan berkomunikasi satu sama lain, bukan hanya itu kita juga bisa mendapatkan teman baru dan kita juga bisa saling sharing atau berbagi ilmu dan juga bisa memecahkan masalah yang sedang dihadapi di masyarakat. Apabila kita menyalahgunakan media sosial tersebut, kita akan membuat masalah bukan menyelesaikan masalah.
Berikut adalah beberapa dampak positif dan negatif dari jejaring sosial:
Dampak positif Dampak negatif
Tempat promosi yang baik dan murah Mengganggu kegiatan belajar remaja
Dampak memperluas jaringan pertemanan Bahaya kejahatan
Media komunikasi yang mudah Bahaya penipuan
Tempat mencari informasi yang bermanfaat Tidak semua pengguna media sosial bersifat sopan
Tempat berbagi foto, informasi, dll. Mengganggu kehidupan dan komunikasi keluarga

Media Sosial di Kalangan Remaja

Kata remaja berasal dari kata bahasa latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah ini mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik. Masa remaja menunjukan dengan jelas sifat transisi atau peralihan karena remaja belum memperoleh status dewasa dan tidak lagi memiliki status anak. Masa remaja merupakan masa transisi sebab pada saat itu, seseorang telah meninggalkan masa kanak-kanak namun ia juga belum memasuki masa dewasa.
Kaum remaja saat ini sangat ketergantungan terhadap media sosial. Mereka begitu identik dengan smartphone yang hampir 24 jam berada di tangan dan sangat sibuk berselancar di dunia online yang seakan tidak pernah berhenti. Melihat hal ini, Sekolah Tinggi Sandi Negara (STSN) bersama Yahoo! melakukan riset mengenai penggunaan internet di kalangan remaja. Hasilnya menunjukkan, kalangan remaja usia 15-19 tahun mendominasi pengguna internet di Indonesia sebanyak 64%.
Penggunaan media sosial di kalangan remaja ini juga menimbulkan pro dan kontra. Penggunaan media sosial seringkali mengganggu proses belajar remaja, sebagai contoh ketika sedang belajar lalu ada notification chatting dari teman yang akhirnya dapat mengganggu proses belajar, dan kebiasaan seorang remaja yang berkicau berkali-kali di Twitter yang terkadang hanya untuk mengeluhkan betapa sulit pelajaran yang sedang dia kerjakan.
Tidak berhenti sampai di situ saja. Yang lebih parah ada beberapa kasus seorang remaja yang dilaporkan hilang oleh orangtuanya yang ternyata kabur dengan teman yang baru dikenalnya di Facebook. Lalu apa yang menyebabkan seorang remaja begitu aktif di jejaring sosial? Dalam sebuah penelitian dinyatakan, media sosial berhubungan dengan kepribadian introvert. Semakin introvert seseorang maka dia akan semakin aktif di media sosial sebagai pelampiasan. Peran orangtua sangat dibutuhkan sebagai pengawas dan juga sosok yang memahami anak. Keluarga harus dapat memberikan fungsi afektif agar seorang anak mendapatkan perhatian yang cukup.
Di kota besar seperti Jakarta, seringkali para remaja mengalami kekosongan karena kebutuhan akan bimbingan orangtua tidak ada atau kurang. Hal ini disebabkan karena keluarga mengalami disorganisasi. Pada keluarga yang secara ekonomis kurang mampu, hal tersebut disebabkan karena orang tua harus mencari nafkah, sehingga tidak ada waktu sama sekali untuk memperhatikan dan mengasuh anak-anaknya. Sedangkan pada keluarga yang mampu, persoalannya adalah karena orang tua terlalu sibuk dengan urusan-urusan di luar rumah dalam rangka mengembangkan prestise.
Kalangan remaja yang menjadi hiperaktif di media sosial ini juga sering memposting kegiatan sehari-hari mereka yang seakan menggambarkan gaya hidup mereka yang mencoba mengikuti perkembangan jaman, sehingga mereka dianggap lebih populer di lingkungannya.
Contohnya saja di Twitter, para remaja menampilkan diri melalui mengunggah avatar yang paling bagus dilihat, memposting tweet dan retweet sebanyak-banyaknya dengan tujuan memperlihatkan eksistensinya di dunia maya, mereka berusaha memperlihatkan eksistensi dirinya serta membangun citra sebaik mungkin. Para remaja juga berusaha memperlihatkan citra positif di Twitter. Begitupun halnya dengan Facebook, para remaja memposting foto-fotonya yang sedang bersenang-senang dengan teman-temannya dan seolah memperlihatkan betapa bahagia dirinya. Dengan demikian, dapat dikatakan individu menjadikan media sosial sebagai media presentasi diri.
Namun apa yang mereka posting di media sosial tidak selalu menggambarkan keadaan social life mereka yang sebenarnya. Ketika para remaja tersebut memposting sisi hidup nya yang penuh kesenangan, tidak jarang kenyataannya dalam hidupnya mereka merasa kesepian. Manusia sebagai aktor yang kreatif mampu menciptakan berbagai hal, salah satunya adalah ruang interaksi dunia maya. Setiap individu mampu menampilkan karakter diri yang berbeda ketika berada di dunia maya dengan dunia nyata. Hal ini dalam sosiologi disebut dengan istilah dramaturgi atau presentasi diri (The Presentation of Self ) untuk menjelaskan bagaimana seseorang menampilkan diri pada lingkungan atau panggung tertentu.
The Presentation of Self by Erving Goffman
The Presentation of Self by Erving Goffman
Teori dramaturgi dipopulerkan oleh Erving Goffman yang pada intinya untuk memahami perilaku manusia dalam kehidupan sosial seperti sebuah pertunjukan drama. Teori dramaturgi menjelaskan bahwa identitas manusia adalah tidak stabil dan bisa saja berubah-ubah tergantung dari interaksi dengan orang lain.
Dalam dramaturgis, interaksi sosial dimaknai sama dengan pertunjukan teater. Setiap individu adalah aktor yang berusaha membuat pertunjukan dramanya sendiri. Dalam mencapai tujuannya, para remaja berusaha mengembangkan perilaku-perilaku yang mendukung perannya tersebut. Aktor juga harus memperhitungkan setting, kostum, penggunaan kata dan lainnya untuk meninggalkan kesan baik pada lawan interaksi dan memudahkan jalan untuk mencapai tujuan yang oleh Goffman disebut manajemen daya tarik (impression management).
Goffman juga melihat perbedaan akting yang besar saat aktor berada di atas panggung (front stage ) dan di belakang panggung (back stage). Front stage adalah ketika adanya penonton yang melihat kita dan kita sedang berada dalam bagian pertunjukan. Saat itu kita berusaha untuk memainkan peran kita sebaik-baiknya agar penonton simpatik. Sedangkan back stage adalah keadaan di mana kita berada di belakang panggung, dengan kondisi tidak ada penonton, sehingga kita dapat berperilaku bebas tanpa memperdulikan peran yang harus kita bawakan. Apabila bisa dilakukan dengan baik, penonton akan termanipulasi dan melihat aktor sesuai sudut yang ingin ditampilkan oleh aktor tersebut.
Contoh konkrit dalam media sosial adalah ketika seorang remaja memperkenalkan diri melalui Facebook. Akun Fcebook tersebut sengaja dibuat agar mempunyai citra yang baik untuk mewakili peran yang akan dimainkan oleh si pemilik. Begitu pula saat mereka memposting status, komentar, dan foto. Mereka sengaja membangun sebuah image yang baik, yang ingin diperlihatkan pada teman-temannya. Apa yang mereka perlihatkan di akun Facebook adalah sebuah front stage dari diri seorang remaja, dan teman-teman mereka di Facebook adalah penontonnya. Para remaja akan membuat segala macam cara untuk mempertahankan eksistensi diri mereka dalam lingkungannya. Mereka akan merasakan kebahagiaan tersendiri ketika orang lain dapat melihat image diri yang mereka bangun di akun Facebook-nya dan akan lebih bahagia lagi ketika ada temannya yang merasa iri dengan image yang mereka perankan.
Namun segalanya berubah ketika kita melihat para remaja tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Panggung tempat mereka bermain adalah panggung back stage, tidak ada penonton dari teman-teman nya di media sosial, mereka menampilkan peran yang berbeda dengan apa yang mereka bangun di panggung front stage .
Sehingga tidak mengherankan jika suatu saat kita bertemu dengan seseorang yang berbeda jauh ketika berada di Twitter dengan ketika berada di realitas nyata. Contohnya, seseorang yang kita lihat sangat humoris dan banyak berbicara di dunia maya, tetapi ketika berinteraksi dalam kehidupan nyata ternyata ia adalah sosok yang pemalu dan pendiam. Namun biasanya yang dapat melihat peran back stage seseorang adalah keluarganya, karena keluarga tentu sudah tahu sifat asli dari remaja tersebut. Mereka tidak perlu membangun suatu panggung ketika berinteraksi dengan keluarga nya sendiri.
Para penonton remaja yang sedang berakting di front stage seringkali tertipu dan tidak dapat lagi membedakan apakah kehidupan serta image seorang remaja yang mereka lihat di sebuah media sosial adalah diri mereka yang sebenarnya atau yang palsu. Di tengah kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, realitas telah hilang dan menguap. Kini kita hidup di zaman simulasi, di mana realitas tidak hanya diceritakan, dipresentasikan, dan disebarluaskan namun juga dapat direkayasa, dibuat dan disimulasi. Baudrillard memandang era simulasi dan hiper-realitas sebagai bagian dari rangkaian fase citraan yang berturut-turut.
Baudrillard menyatakan bahwa kita terbiasa hidup dalam cermin fantasi, dalam diri yang terbagi dan dalam alienasi. Saat ini kita hidup dalam fantasi sebuah layar, dan jaringan. Seluruh mesin kita adalah layar-layar. Kita pun akan menjadi layar dan interaksi manusia akan berubah menjadi interaksi pada layar. Kita dalah citra bagi satu sama lain, dimana satu-satunya takdir bagi sebuah mahluk citra adalah menjadi pengikut citra dalam layar.
Pernyataan Baudrillard bahwa “saat ini kita hidup dalam fantasi sebuah layar, dari sebuah antarmuka, dalam persentuhan dan jaringan,” sesuai dengan kenyataan bahwa manusia di masa kini yang terkoneksi antara satu dengan yang lain melalui penggunaak smartphone maupun tablet meningkatkan kemudahan manusia untuk terhubung pada manusia lain melalui jaringan internet dan tentunya layar.
Manusia akhirnya menjadi teralienasi dengan lingkungan sosial dengan lingkungan sekitar mereka, karena mereka sibuk dengan gadget masing-masing. Mereka terjebak dalam pencitraan di dunia virtual, baik dalam menciptakan citranya sendiri maupun dalam memandang manusia lain. Ini pun sesuai dengan pernyataan Baudrillard, “kita terbiasa hidup dalam cermin fantasi, dalam diri yang terbagi dan dalam alienasi.”
Manusia saat ini terhubung dengan berbagai aplikasi media sosial yang membantu mereka untuk terhubung dengan manusia lain yang bisa berjarak ribuan mil melalui layar dan jaringan. Namun pada saat yang sama membuat jarak dengan mereka yang dekat dan mengalienasi mereka dengan lingkungan sosialnya. Manusia pun terjebak menjadi mahluk citra, baik dalam artian secara harfiah maupun secara kiasan.