|
|
|
Pengertian Batik
Batik
merupakan budaya yang telah lama berkembang dan dikenal oleh masyarakat
Indonesia. Kata batik mempunyai beberapa pengertian. Menurut Hamzuri dalam
bukunya yang berjudul Batik Klasik, pengertian batik merupakan suatu cara
untuk memberi hiasan pada kain dengan cara menutupi bagian-bagian tertentu
dengan menggunakan perintang. Zat perintang yang sering digunakan ialah lilin
atau malam.kain yang sudah digambar dengan menggunakan malam kemudian diberi
warna dengan cara pencelupan.setelah itu malam dihilangkan dengan cara
merebus kain. Akhirnya dihasilkan sehelai kain yang disebut batik berupa
beragam motif yang mempunyai sifat-sifat khusus.
Secara
etimologi kata batik berasal dari bahasa Jawa, yaitu”tik” yang berarti titik
/ matik (kata kerja, membuat titik) yang kemudian berkembang menjadi istilah
”batik” (Indonesia Indah ”batik”, 1997, 14). Di samping itu mempunyai
pengertian yang berhubungan dengan membuat titik atau meneteskan malam pada
kain mori. Menurut KRT.DR. HC. Kalinggo Hanggopuro (2002, 1-2) dalam buku
Bathik sebagai Busana Tatanan dan Tuntunan menuliskan bahwa, para penulis
terdahulu menggunakan istilah batik yang sebenarnya tidak ditulis dengan
kata”Batik” akan tetapi seharusnya”Bathik”. Hal ini mengacu pada huruf Jawa
”tha” bukan ”ta” dan pemakaiaan bathik sebagai rangkaian dari titik adalah
kurang tepat atau dikatakan salah. Berdasarkan etimologis tersebut sebenarnya
batik identik dikaitkan dengan suatu teknik (proses) dari mulai penggambaran
motif hingga pelorodan. Salah satu yang menjadi ciri khas dari batik adalah
cara pengambaran motif pada kain ialah melalui proses pemalaman yaitu
mengoreskan cairan lilin yang ditempatkan pada wadah yang bernama canting dan
cap.
Sejarah Perkembangan Batik
Ditinjau
dari perkembangan, batik telah mulai dikenal sejak jaman Majapahit dan masa
penyebaran Islam. Batik pada mulanya hanya dibuat terbatas oleh kalangan
keraton. Batik dikenakan oleh raja dan keluarga serta pengikutnya. Oleh para
pengikutnya inilah kemudian batik dibawa keluar keraton dan berkembang di
masyarakat hingga saat ini. Berdasarkan sejarahnya, periode perkembangannya
batik dapat dikelompokkan sebagai berikut :
Jaman Kerajaan Majapahit
Berdasarkan
sejarah perkembangannya, batik telah berkembang sejak jaman Majapahit.
Mojokerto merupakan pusat kerajaan Majapahit dimana batik telah dikenal pada
saat itu. Tulung Agung merupakan kota di Jawa Timur yang juga tercatat dalam
sejarah perbatikan. Pada waktu itu, Tulung Agung masih berupa rawa-rawa yang
dikenal dengan nama Bonorowo, dikuasai oleh Adipati Kalang yang tidak mau tunduk kepada Kerajaan Majapahit hingga
terjadilah aksi polisionil yang dilancarkan oleh Majapahit. Adipati Kalang
tewas dalam pertempuran di sekitar desa Kalangbret dan Tulung Agung berhasil
dikuasai oleh Majapahit. Kemudian banyak tentara yang tinggal di wilayah
Bonorowo (Tulung Agung) dengan membawa budaya batik. Merekalah yang
mengembangkan batik. Dalam perkembangannya, batik Mojokerto dan Tulung Agung
banyak dipengaruhi oleh batik Yogyakarta. Hal ini terjadi karena pada waktu clash tentara kolonial Belanda dengan pasukan Pangeran Diponegoro, sebagian
dari pasukan Kyai Mojo mengundurkan diri ke arah timur di daerah Majan. Oleh
karena itu, ciri khas batik Kalangbret dari Mojokerto hampir sama dengan
batik Yogyakarta, yaitu dasarnya putih dan warna coraknya coklat muda dan
biru tua.
Jaman Penyebaran Islam
Batoro
Katong seorang Raden keturunan kerajaan Majapahit membawa ajaran Islam ke
Ponorogo, Jawa Timur. Dalam perkembangan Islam di Ponorogo terdapat sebuah
pesantren yang berada di daerah Tegalsari yang diasuh
Kyai Hasan Basri. Kyai Hasan
Basri adalah menantu raja Kraton Solo. Batik yang kala itu masih terbatas
dalam lingkungan kraton akhirnya membawa batik keluar dari kraton dan
berkembang di Ponorogo. Pesantren Tegalsari mendidik anak didiknya untuk menguasai bidang-bidang
kepamongan dan agama. Daerah perbatikan lama yang dapat dilihat sekarang
adalah daerah Kauman yaitu Kepatihan Wetan meluas ke desa Ronowijoyo,
Mangunsuman, Kertosari, Setono, Cokromenggalan, Kadipaten, Nologaten,
Bangunsari, Cekok, Banyudono dan Ngunut.
Batik Solo dan Yogyakarta
Batik di daerah Yogyakarta dikenal sejak jaman Kerajaan Mataram ke-I pada
masa raja Panembahan Senopati. Plered merupakan desa pembatikan pertama.
Proses pembuatan batik pada masa itu masih terbatas dalam lingkungan keluarga
kraton dan dikerjakan oleh
wanita-wanita pengiring ratu. Pada saat upacara resmi kerajaan, keluarga
kraton memakai pakaian kombinasi batik dan lurik. Melihat pakaian yang
dikenakan keluarga kraton, rakyat tertarik dan meniru sehingga akhirnya
batikan keluar dari tembok kraton dan meluas di kalangan rakyat biasa.
Ketika masa penjajahan Belanda, dimana sering terjadi peperangan yang
menyebabkan keluarga kerajaan yang mengungsi dan menetap di daerah-daerah
lain seperti Banyumas, Pekalongan, dan ke daerah timur Ponorogo, Tulung Agung
dan sebagainya maka membuat batik semakin dikenal di kalangan luas.
Batik di Wilayah Lain
Perkembangan batik di Banyumas berpusat di daerah Sokaraja. Pada tahun
1830 setelah perang Diponegoro, batik dibawa oleh pengikut-pengikut Pangeran
Diponegoro yang sebagian besar menetap di daerah Banyumas. Batik Banyumas
dikenal dengan motif dan warna khusus dan dikenal dengan batik Banyumas.
Selain ke Banyumas, pengikut Pangeran Diponegoro juga ada yang menetap di
Pekalongan dan mengembangkan batik di daerah Buawaran, Pekajangan dan Wonopringgo.
Selain di daerah Jawa Tengah, batik juga berkembang di Jawa Barat. Hal
ini terjadi karena masyarakat dari Jawa Tengah merantau ke kota seperti
Ciamis dan Tasikmalaya. Daerah pembatikan di Tasikmalaya adalah Wurug,
Sukapura, Mangunraja dan Manonjaya. Di daerah Cirebon batik mulai berkembang
dari keraton dan mempunyai ciri khas tersendiri.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar